Usut Tuntas Korupsi di Kementan Yang Hancurkan Pertanian Nasional
Jakarta- Berbagai kasus korupsi yang dilakukan Kementerian
Pertanian (Kementan) dan para pengusaha membuat
pertanian nasional hancur.
![Gedung Kementerian Pertanian [google]](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_tB-xBgbarcvuMLSeHj6C2bagRtoMqcuwb1PdNsh8s_F7G_eR9add6UFmeCMMdvJBWmkfrGDKzuoX3Z8Dd5f-S5mbV3D1gP8tF5ggJdUZQzjMq4_h_PwJSyUT11_b9EhzdMcXwMjRhq-u-n=s0-d)
Para petani sulit mendapatkan bibit yang murah dan berkualitas. Alhasil, sawasembada pangan tidak lagi tercapai seperti di era Presiden Soeharto.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kini menggali pelaksanaan produksi benih dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan benih oleh PT Sang Hyang Seri (SHS) di Kementerian Pertanian (Kementan).
Kendati demikian, tujuh tersangka kasus ini belum ada yang diperiksa kembali dan dikenakan penahanan. Kejagung memeriksa mantan General Manager (GM) PT SHS), Yedi Firmanto untuk menggali proses pendistribusian dan produksi yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
"Yang bersangkutan diperiksa sejak pukul 10:00 WIB. Pokok pemeriksaan mengenai kebijakan saksi saat menjadi GM dalam melaksanakan produksi dan distribusi benih kepada petani," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi, di Jakarta, Jumat (30/8).
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka. Seluruh tersangka hanya dari unsur PT SHS, kendati proyek tersebut dilaksanakan di Kemtan.
Para tersangka tersebut adalah mantan Dirut PT SHS Eddy Budiono, mantan Direktur Keuangan dan SDM PT SHS tahun 2008-2011 Rachmat, dan mantan Direktur Produksi PT SHS tahun 2008-2011 Yohanes Maryadi Padyaatmaja.
Kemudian, mantan Direktur Litbang PT SHS tahun 2008-2011 Nizwan Syafaat, Dirut PT SHS Kaharuddin, Karyawan PT SHS Subagyo, serta Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono.
Kejagung meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan karena pada saat penyelidikan ditemukan bukti-bukti permulaan adanya penyalahgunaan dalam proyek tersebut.
Bukti-bukti tersebut mengenai rekayasa pada proses pelelangan yang memenangkan PT SHS, biaya pengelolaan cadangan benih nasional sebesar 5 persen dari nilai kontrak yang tidak disalurkan pada kantor regional di daerah, rekayasa penentuan harga komoditi, pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.
Kemudian, pengadaan benih kedelai fiktif, penggelembungan volume dan harga benih kedelai, serta penyaluran subsidi benih yang tidak sesuai dengan peruntukkan.
Namun, sejauh ini Kejagung belum merilis dugaan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan atas kasus ini bahkan menjerat pihak lain dari unsur Kementan. [E-11]
Para petani sulit mendapatkan bibit yang murah dan berkualitas. Alhasil, sawasembada pangan tidak lagi tercapai seperti di era Presiden Soeharto.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kini menggali pelaksanaan produksi benih dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan benih oleh PT Sang Hyang Seri (SHS) di Kementerian Pertanian (Kementan).
Kendati demikian, tujuh tersangka kasus ini belum ada yang diperiksa kembali dan dikenakan penahanan. Kejagung memeriksa mantan General Manager (GM) PT SHS), Yedi Firmanto untuk menggali proses pendistribusian dan produksi yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
"Yang bersangkutan diperiksa sejak pukul 10:00 WIB. Pokok pemeriksaan mengenai kebijakan saksi saat menjadi GM dalam melaksanakan produksi dan distribusi benih kepada petani," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi, di Jakarta, Jumat (30/8).
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka. Seluruh tersangka hanya dari unsur PT SHS, kendati proyek tersebut dilaksanakan di Kemtan.
Para tersangka tersebut adalah mantan Dirut PT SHS Eddy Budiono, mantan Direktur Keuangan dan SDM PT SHS tahun 2008-2011 Rachmat, dan mantan Direktur Produksi PT SHS tahun 2008-2011 Yohanes Maryadi Padyaatmaja.
Kemudian, mantan Direktur Litbang PT SHS tahun 2008-2011 Nizwan Syafaat, Dirut PT SHS Kaharuddin, Karyawan PT SHS Subagyo, serta Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono.
Kejagung meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan karena pada saat penyelidikan ditemukan bukti-bukti permulaan adanya penyalahgunaan dalam proyek tersebut.
Bukti-bukti tersebut mengenai rekayasa pada proses pelelangan yang memenangkan PT SHS, biaya pengelolaan cadangan benih nasional sebesar 5 persen dari nilai kontrak yang tidak disalurkan pada kantor regional di daerah, rekayasa penentuan harga komoditi, pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.
Kemudian, pengadaan benih kedelai fiktif, penggelembungan volume dan harga benih kedelai, serta penyaluran subsidi benih yang tidak sesuai dengan peruntukkan.
Namun, sejauh ini Kejagung belum merilis dugaan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan atas kasus ini bahkan menjerat pihak lain dari unsur Kementan. [E-11]
Komentar
Posting Komentar