KY Bongkar Suap Demokrat
Jakarta - Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengeluarkan pernyataan mengejutkan.
Dia mengatakan ada politisi Partai Demokrat (PD) di DPR yang pernah berupaya menyuap KY agar meloloskan salah seorang calon hakim agung. Uang sogokan yang dijanjikan sebesar Rp 1,4 miliar.
Menurut Eman yang kini menjabat ketua bidang pengawasan hakim dan investigasi KY, upaya itu terjadi sekitar akhir 2012 atau awal tahun ini.
“Waktu itu saya ketua (KY). Saat kami sedang rapat pleno membahas calon hakim agung, Pak Imam (Imam Anshori Saleh, salah seorang komisioner KY) mengatakan ada anggota DPR yang menelepon. Dia menawari uang Rp 1,4 miliar untuk (meloloskan) calon tertentu. Orang itu juga mengatakan urusan di DPR, dia yang akan menangani,” ungkap Eman di Jakarta, Sabtu (21/9).
Dia mengakui dalam rapat pleno itu terjadi ada perdebatan ketika salah seorang komisioner menyinggung jabatan yang pernah dipegang calon hakim agung tersebut. Komisioner itu mengatakan sebagai mantan ketua pengadilan tinggi di salah satu provinsi yang cukup besar, sudah sepatutnya calon itu menjabat hakim agung.
“Saya tidak peduli itu. Kalau sampai si X itu lolos, kami akan kena fitnah walaupun tidak terima duit. Apalagi cuma Rp 200 juta (Rp 1,4 miliar untuk 7 komisioner KY). Kecil banget Rp 200 juta bagi saya. Harga diri saya lebih besar dari sekadar Rp 200 juta. Saya tidak mau meloloskan orang itu. ,” kata Eman.
Kecuali komisioner tadi, imbuhnya, komisioner lain setuju tidak meloloskan calon tersebut. Namun, lagi-lagi komisioner itu mengatakan jajaran hakim bisa mempertanyakan karena calon itu dianggap pandai.
“Saya bilang, integritas ada dua dan harus terpenuhi. Integritas keilmuan dan moral. Kalau orang punya integritas keilmuan tapi tidak punya integtitas moral, hancur Mahkamah Agung (MA). Lalu, ternyata tidak ada yang komentar, hakim juga tidak ada tanya (kenapa tidak lolos),” kata Erman.
Menyinggung politisi yang mencoba menyuap itu, dia menyebut berasal dari Fraksi Partai Demokrat (FPD). Namun, Eman mengaku tidak mengetahui namanya karena Imam yang menerima telepon itu tidak menyebutkan.
Kegeraman langsung diperlihatkan Ketua DPP PD Sutan Bhatoegana. “Kalau dia kader Demokrat, tentu akan kami tindak karena melanggar Pakta Integritas. Kami dukung KY untuk membongkar kasus ini,” ucapnya.
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir juga geram. “Badan Kehormatan harus menindaklanjuti informasi itu. Kami sudah mati-matian memilih, kok ada yang main-main. Harus diusut,” tegas dia.
Pernyataan Eman seakan menguatkan dugaan publik telah terjadinya kongkalikong dalam uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi III DPR terhadap para calon hakim agung. Apalagi, beberapa hari lalu diduga telah terjadi ‘pertemuan aneh’ antara peserta seleksi Sudrajat Dimyati dan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB)Bahrudin Nashori.
Kongkalikong itu mendapat perhatian khusus dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas. Dia menilai uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan anggota DPR terhadap calon pejabat negara, perlu ditinjau ulang.
”Saya tidak heran dengan praktik kumuh dalam seleksi pejabat publik du DPR. Dulu, ada calon hakim agung lulus dengan nilai integritas dan kapasitas legal skill yang tinggi terpaksa kandas ketika fit and proper test di DPR karena dia tak mau melayani tawaran kelulusan dengan harga Rp 2 miliar,” ujar Busyro.
Dia juga menegaskan kasus suap cek perjalanan yang diberikan kepada anggota DPR saat memilih Miranda Swaray Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia adalah fakta otentik adanya praktik percaloan jabatan publik di DPR. Hal serupa diungkapkan Juru Bicara MA Ridwan Mansyur. ”Semisal untuk pemilihan calon hakim agung, mengapa tidak diserahkan ke KY semuanya,” ujar Ridwan.
Bagaimana sikap DPR? Ketua DPR Marzuki Alie menyetujui usulan itu. ”Sudah sejak lama saya usulkan, DPR tidak perlu dilibatkan dalam seleksi pimpinan embaga tinggi negara. Kenapa? Karena DPR ini lembaga politik, keputusannya keputusan politik dan nuansanya politis,” tegas dia.
Dia mengatakan ada politisi Partai Demokrat (PD) di DPR yang pernah berupaya menyuap KY agar meloloskan salah seorang calon hakim agung. Uang sogokan yang dijanjikan sebesar Rp 1,4 miliar.
Menurut Eman yang kini menjabat ketua bidang pengawasan hakim dan investigasi KY, upaya itu terjadi sekitar akhir 2012 atau awal tahun ini.
“Waktu itu saya ketua (KY). Saat kami sedang rapat pleno membahas calon hakim agung, Pak Imam (Imam Anshori Saleh, salah seorang komisioner KY) mengatakan ada anggota DPR yang menelepon. Dia menawari uang Rp 1,4 miliar untuk (meloloskan) calon tertentu. Orang itu juga mengatakan urusan di DPR, dia yang akan menangani,” ungkap Eman di Jakarta, Sabtu (21/9).
Dia mengakui dalam rapat pleno itu terjadi ada perdebatan ketika salah seorang komisioner menyinggung jabatan yang pernah dipegang calon hakim agung tersebut. Komisioner itu mengatakan sebagai mantan ketua pengadilan tinggi di salah satu provinsi yang cukup besar, sudah sepatutnya calon itu menjabat hakim agung.
“Saya tidak peduli itu. Kalau sampai si X itu lolos, kami akan kena fitnah walaupun tidak terima duit. Apalagi cuma Rp 200 juta (Rp 1,4 miliar untuk 7 komisioner KY). Kecil banget Rp 200 juta bagi saya. Harga diri saya lebih besar dari sekadar Rp 200 juta. Saya tidak mau meloloskan orang itu. ,” kata Eman.
Kecuali komisioner tadi, imbuhnya, komisioner lain setuju tidak meloloskan calon tersebut. Namun, lagi-lagi komisioner itu mengatakan jajaran hakim bisa mempertanyakan karena calon itu dianggap pandai.
“Saya bilang, integritas ada dua dan harus terpenuhi. Integritas keilmuan dan moral. Kalau orang punya integritas keilmuan tapi tidak punya integtitas moral, hancur Mahkamah Agung (MA). Lalu, ternyata tidak ada yang komentar, hakim juga tidak ada tanya (kenapa tidak lolos),” kata Erman.
Menyinggung politisi yang mencoba menyuap itu, dia menyebut berasal dari Fraksi Partai Demokrat (FPD). Namun, Eman mengaku tidak mengetahui namanya karena Imam yang menerima telepon itu tidak menyebutkan.
Kegeraman langsung diperlihatkan Ketua DPP PD Sutan Bhatoegana. “Kalau dia kader Demokrat, tentu akan kami tindak karena melanggar Pakta Integritas. Kami dukung KY untuk membongkar kasus ini,” ucapnya.
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir juga geram. “Badan Kehormatan harus menindaklanjuti informasi itu. Kami sudah mati-matian memilih, kok ada yang main-main. Harus diusut,” tegas dia.
Pernyataan Eman seakan menguatkan dugaan publik telah terjadinya kongkalikong dalam uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi III DPR terhadap para calon hakim agung. Apalagi, beberapa hari lalu diduga telah terjadi ‘pertemuan aneh’ antara peserta seleksi Sudrajat Dimyati dan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB)Bahrudin Nashori.
Kongkalikong itu mendapat perhatian khusus dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas. Dia menilai uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan anggota DPR terhadap calon pejabat negara, perlu ditinjau ulang.
”Saya tidak heran dengan praktik kumuh dalam seleksi pejabat publik du DPR. Dulu, ada calon hakim agung lulus dengan nilai integritas dan kapasitas legal skill yang tinggi terpaksa kandas ketika fit and proper test di DPR karena dia tak mau melayani tawaran kelulusan dengan harga Rp 2 miliar,” ujar Busyro.
Dia juga menegaskan kasus suap cek perjalanan yang diberikan kepada anggota DPR saat memilih Miranda Swaray Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia adalah fakta otentik adanya praktik percaloan jabatan publik di DPR. Hal serupa diungkapkan Juru Bicara MA Ridwan Mansyur. ”Semisal untuk pemilihan calon hakim agung, mengapa tidak diserahkan ke KY semuanya,” ujar Ridwan.
Bagaimana sikap DPR? Ketua DPR Marzuki Alie menyetujui usulan itu. ”Sudah sejak lama saya usulkan, DPR tidak perlu dilibatkan dalam seleksi pimpinan embaga tinggi negara. Kenapa? Karena DPR ini lembaga politik, keputusannya keputusan politik dan nuansanya politis,” tegas dia.
Komentar
Posting Komentar