Usai Mencuri, Jaksa Itu Ucapkan Salam
Jakarta - Kamis (12/9) siang, kantor Mahkamah
Konstitusi (MK) geger. Seorang jaksa dari Probolinggo, Jatim, ditangkap
tim kejaksaan agung (Kejagung). Penangkapan itu dilakukan sebelum jaksa
berinisial D itu mengikuti sidang sengketa pemilukada di MK.
Penyebab penangkapan itu adalah rekaman kamera pemantau (CCTV) di kantor MK. Berdasar rekaman itu, D mengambil handphone (ponsel) milik seorang pegawai MK di sela-sela sidang, Rabu (11/9). Aksi itu dilakukannya saat jaksa tersebut hendak melakukan print out lembar pendaftaran gugatan di salah satu ruang di gedung MK.
“Sebenarnya dia masih ada jadwal sidang, tapi ‘dijemput’ aparat kejaksaan setelah mengisi daftar hadir. Dia mengaku mengambil ponsel karena menyangka milik temannya, tetapi berdasar analisis kami dari rekaman CCTV, dia mencuri,” kata Kepala Keamanan MK, Sigit saat dikonfirmasi pers, di Jakarta, Kamis (12/9).
Pada rekaman berdurasi 1 menit 14 detik itu, D ditemani seorang rekannya menemui Widiana di ruang pendaftaran perkara. Di meja Widiana, tertumpuk puluhan berkas dan di atas berkas map warna merah tergeletak ponsel milik dia, Samsung Galaxy Note. Saat beraksi D mengenakan kemeja warna ungu dibalut cardigan warna cokelat. Adapun temannya memakai kemeja lengan panjang warna putih.
Usai berkas yang diminta selesai di-print, D dan temannya berdiri. Tiba-tiba tangan kiri D mengambil ponsel tersebut. Kemudian dia mengajak Widiana bercakap-cakap. Pada waktu yang sama, teman D menandatangani berkas dan menyerahkan pulpen ke Widiana.
Berdasar rekaman, terlihat D sangat tenang saat dan usai beraksi. Dengan tenang pula, dia mengucapkan salam sebelum ke luar ruangan.
Saat dihubungi dan dikabari tentang aksi anak buahnya, Kajari Probolinggo Saleh Gunawan sontak terkejut. Dia mengaku sulit memercayai informasi tersebut. Pasalnya, selama ini D dikenal sebagai jaksa yang disiplin dan perilakunya baik. “Dia orangnya baik dan disiplin kerjanya bagus,” ujarnya.
D bertugas di Kejari Probolinggo sejak Januari 2013. Sebelumnya, jaksa di bagian intelijen itu ditugaskan di Papua.
“Secara ekonomi, dia juga masuk kategori mampu,” ucap Saleh.
Sementara Widiana mengaku ponselnya hilang saat D dan rekannya menemui dirinya. Setelah memeriksa rekaman CCTV, dia terkejut karena ponselnya itu diambil D. “Petugas keamanan langsung memeriksa dia. Handphone saya ditemukan di sakunya. Dia mengaku mengambil karena menyangka itu milik temannya. Dia sudah meminta maaf,” ujar dia.
Reaksi muncul dari Komisi Kejaksaan. Meski D sudah meminta maaf, komisi meminta kasus itu tidak ‘didiamkan’. Dia kan mencuri di lembaga terhormat, JAM Was Kejagung dan Jaksa Agung tidak boleh diam saja,” kata seorang komisioner Kamilov Sagala.
Menurut dia, sebagai seorang penegak hukum jika ada jaksa yang melakukan kejahatan, maka dia dianggap telah melakukan kejahatan berkali-lipat dari warga biasa.
“Tidak bisa selesai dengan kata maaf. Itu harus diproses secepatnya. Ini bentuk lain kejahatan di kejaksaan. Ini yang masyarakat jengah pada kelakuan jaksa,” ujarnya.
Kamilov menambahkan, jika oknum jaksa tersebut diduga mengidap kleptomania (tidak dapat menahan diri untuk mencuri), maka harus diadakan tes kejiwaan.
“Kalau menurut saya ini bukan klepto ya, tetapi kalau klepto harus diperiksa kejiwaannya. Tapi saat dia masuk kekejaksaan sudah dicek kejiwaannya,” tegas Kamilov.
Sementara Ketua MK Akil Mochtar menyatakan menyerahkan permasalahan itu kepada kepolisian.
“Pencurian itu bukan delik aduan. Jadi harusnya polisi segera melakukan pemeriksaan dan bisa melakukan pemeriksaan tanpa harus ada laporan. Dalam kasus ini kami hanya korban,” katanya. (tribunnews/eri/dtn/tbn)
Penyebab penangkapan itu adalah rekaman kamera pemantau (CCTV) di kantor MK. Berdasar rekaman itu, D mengambil handphone (ponsel) milik seorang pegawai MK di sela-sela sidang, Rabu (11/9). Aksi itu dilakukannya saat jaksa tersebut hendak melakukan print out lembar pendaftaran gugatan di salah satu ruang di gedung MK.
“Sebenarnya dia masih ada jadwal sidang, tapi ‘dijemput’ aparat kejaksaan setelah mengisi daftar hadir. Dia mengaku mengambil ponsel karena menyangka milik temannya, tetapi berdasar analisis kami dari rekaman CCTV, dia mencuri,” kata Kepala Keamanan MK, Sigit saat dikonfirmasi pers, di Jakarta, Kamis (12/9).
Pada rekaman berdurasi 1 menit 14 detik itu, D ditemani seorang rekannya menemui Widiana di ruang pendaftaran perkara. Di meja Widiana, tertumpuk puluhan berkas dan di atas berkas map warna merah tergeletak ponsel milik dia, Samsung Galaxy Note. Saat beraksi D mengenakan kemeja warna ungu dibalut cardigan warna cokelat. Adapun temannya memakai kemeja lengan panjang warna putih.
Usai berkas yang diminta selesai di-print, D dan temannya berdiri. Tiba-tiba tangan kiri D mengambil ponsel tersebut. Kemudian dia mengajak Widiana bercakap-cakap. Pada waktu yang sama, teman D menandatangani berkas dan menyerahkan pulpen ke Widiana.
Berdasar rekaman, terlihat D sangat tenang saat dan usai beraksi. Dengan tenang pula, dia mengucapkan salam sebelum ke luar ruangan.
Saat dihubungi dan dikabari tentang aksi anak buahnya, Kajari Probolinggo Saleh Gunawan sontak terkejut. Dia mengaku sulit memercayai informasi tersebut. Pasalnya, selama ini D dikenal sebagai jaksa yang disiplin dan perilakunya baik. “Dia orangnya baik dan disiplin kerjanya bagus,” ujarnya.
D bertugas di Kejari Probolinggo sejak Januari 2013. Sebelumnya, jaksa di bagian intelijen itu ditugaskan di Papua.
“Secara ekonomi, dia juga masuk kategori mampu,” ucap Saleh.
Sementara Widiana mengaku ponselnya hilang saat D dan rekannya menemui dirinya. Setelah memeriksa rekaman CCTV, dia terkejut karena ponselnya itu diambil D. “Petugas keamanan langsung memeriksa dia. Handphone saya ditemukan di sakunya. Dia mengaku mengambil karena menyangka itu milik temannya. Dia sudah meminta maaf,” ujar dia.
Reaksi muncul dari Komisi Kejaksaan. Meski D sudah meminta maaf, komisi meminta kasus itu tidak ‘didiamkan’. Dia kan mencuri di lembaga terhormat, JAM Was Kejagung dan Jaksa Agung tidak boleh diam saja,” kata seorang komisioner Kamilov Sagala.
Menurut dia, sebagai seorang penegak hukum jika ada jaksa yang melakukan kejahatan, maka dia dianggap telah melakukan kejahatan berkali-lipat dari warga biasa.
“Tidak bisa selesai dengan kata maaf. Itu harus diproses secepatnya. Ini bentuk lain kejahatan di kejaksaan. Ini yang masyarakat jengah pada kelakuan jaksa,” ujarnya.
Kamilov menambahkan, jika oknum jaksa tersebut diduga mengidap kleptomania (tidak dapat menahan diri untuk mencuri), maka harus diadakan tes kejiwaan.
“Kalau menurut saya ini bukan klepto ya, tetapi kalau klepto harus diperiksa kejiwaannya. Tapi saat dia masuk kekejaksaan sudah dicek kejiwaannya,” tegas Kamilov.
Sementara Ketua MK Akil Mochtar menyatakan menyerahkan permasalahan itu kepada kepolisian.
“Pencurian itu bukan delik aduan. Jadi harusnya polisi segera melakukan pemeriksaan dan bisa melakukan pemeriksaan tanpa harus ada laporan. Dalam kasus ini kami hanya korban,” katanya. (tribunnews/eri/dtn/tbn)
Komentar
Posting Komentar