Dana APBD Di depositokan
Banjarmasin - Pemerintah Kabupaten Hulu
Sungai Tengah dan Tanahlaut mengakui telah mendepositokan uang APBD ke
bank. Alasannya, hasil dari bunga deposito untuk menambah pendapatan
asli daerah (PAD).

Praktik mendepositokan APBD itu bahkan sudah berlangsung cukup lama. Pemkab HST, misalnya, seperti pengakuan M Fahmi, Kepala Bagian Keuangan Pemkab HST, sudah berlangsung sejak tahun 2007. Namun dia mengaku tidak mengetahui pasti nilai deposito per tahunnya.
“Saya tidak hapal angka persisnya. Yang jelas bunga yang diterima per bulan sebesar Rp 1 miliar lebih,” beber Fahmi kepada wartawan, Senin (2/12).
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) membeberkan penggunaan APBD tidak sesuai peruntukan. Dalam rilisnya, kemarin, Fitra menyebut dua pemerintahan kabupaten (pemkab) di Kalsel, Pemkab HST dan Tanahlaut mendepositokan APBD 2012 ke bank. Dana APBD yang disetorkan HST sebesar Rp 210 miliar, sedangkan Tala sebesar Rp 204 miliar.
Tidak hanya pemerintah kabupaten. Fitra juga merilis penempatan dana APBD melalui depostito ke bank juga dilakukan pemerintah provinsi dan pemerintah kota. Namun, dari daftar Fitra, tidak ada nama Provinsi Kalsel, maupun Kota Banjarmasin dan Banjarbaru.
Uchok Sky Khadafy, direktur Investigasi dan Advokasi Fitra menduga, penempatan dana APBD dalam bentuk deposito keuntungannya diraup oleh oknum untuk memenuhi kepentingabn pribadi. “Dari penempatan dana melalui deposito itu kan mendapat fee dari bank,” tandasnya.
Terlebih, lanjut dia, cara mendepositokan dana APBD karena sulit dilacak oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Karena BPK hanya melakukan audit terhadap dokumen APBD. Pihak bank dan pemda tidak akan bicara pada BPK karena sama-sama menguntungkan,” kata Uchok.
Uchok menduga penempatan dana APBD melalui deposito karena desakan kebutuhan politik. Sebab, dana deposito menjanjikan keuntungan menggiurkan dan dapat dicairkan setelah tiga bulan disetorkan ke dalam bank. “Jadi bukan untuk kepentingan rakyat. Biarpun ada bencana alam, pemda itu tidak akan mencairkan deposito,” pungkasnya.
Benarkah begitu? Fahmi menepis keras tudingan Fitra. Ditegaskan dia, langkah deposito APBB adalah untuk mendongkrak PAD. Dia lantas menyebut, dalam setahun dari hasil penempatan sebagian dana APBD, diperoleh penambahan pendapatan daerah sebesar Rp 14 miliar.
Selain itu, sebut dia, pendepositoan sebagian dana APBD itu didasari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. “Permendagri itu memberi peluang. Jika hanya didiamkan dalam bentuk giro, bunga yang diterima daerah sangat rendah. Jadi, tak ada salahnya pemda mendepositokan sebagian dana APBD untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah,” jelasnya.
Diakui Fahmi, deposito yang ditawarkan bank menguntungkan Pemkab karena bunganya bisa dinego. Dia mencontohkan jika SBI 6,75 persen, pemkab bisa meminta menjadi 7,5 persen. Pihak bank juga memberikan kelonggaran deposito pemkab tersebut tidak kena pajak.
Diuraikan Fahmi, dari pemasukan untuk APBD 2013 hingga November mendapat tambahan Rp 14 miliar atau 29,1 persen dari hasil deposito menjadi Rp 48 miliar. APBD HST 2013 sebesar Rp 967.909. 957.767.000.
Ketua DPRD HST Rosyadi Elmi dikonfirmasi soal deposito APBD mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah ada pemberitahuan kepada DPRD. “Karena kata Pemkab, mereka berhak dan punya wewenang mendepositokan tanpa izin DPRD,” ucap dia via SMS.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Tala, Surya Arifani membenarkan pemkab mendepositokan Silpa dari APBD sebesar Rp 224 miliar. Tujuannya, sebut dia, untuk mendapatkan bunga yang besar.
“Hasil bunga deposito menjadi pendapatan asli daerah (PAD),” ucapnya.
Dia menyebut, penempatan dana Silpa APBD melalui deposito diperbolehkan sesuai Permendagri No 13 tahun 2006 pasal 71 termasuk investasi jangka pendek. Dan, hampir semua kabupaten melakukan hal serupa. “Selain itu, pengelolaan keuangan pemda setiap tahun selalu diaudit BPK,” pungkasnya.
Inspektur Pembantu di HST Inspektorat Wilayah Kalsel, Yusransyah mengaku pihaknya belum mengetahui Pemkab HST mendepositokan APBD. “Kami tidak mengetahui kalau Pemkab HST mendesitokan APBDnya. Nanti kami cek kepada inspektor setempat,” ujarnya.
Demikian pula Makmur Aliansyah, Inspektur Pembantu Tanahlaut Inspektor Wilayah Kalsel, mengaku meski dirinya membawahi daerah itu, namun tidak mengetahui sistem pengadaan internal pemerintahan.
“Kewenangan kami sudah berkurang sejak 2011 lalu,” ucapnya.
Dia mempersilakan wartawan mengonfirmasi langsung dengan Inspektorat Kabupaten Tanah Laut. “Sejauh ini kami hanya sebatas memberikan pembinaan,” pungkasnya.
Deposito APBD 2012
1. Siak Rp 545 miliar
2. Bogor Rp 535 miliar
3. Bekasi Rp 380 miliar
4. Malang Rp 300 miliar
5. Karawang Rp 250 miliar
6. Bandung Rp 228 miliar
7. HST Rp 210 miliar
8. Tanah Laut Rp 204 miliar
9. Garut Rp 200 miliar
10 Sidoarjo Rp 200 miliar
11 Banyuwangi Rp 194 miliar
Praktik mendepositokan APBD itu bahkan sudah berlangsung cukup lama. Pemkab HST, misalnya, seperti pengakuan M Fahmi, Kepala Bagian Keuangan Pemkab HST, sudah berlangsung sejak tahun 2007. Namun dia mengaku tidak mengetahui pasti nilai deposito per tahunnya.
“Saya tidak hapal angka persisnya. Yang jelas bunga yang diterima per bulan sebesar Rp 1 miliar lebih,” beber Fahmi kepada wartawan, Senin (2/12).
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) membeberkan penggunaan APBD tidak sesuai peruntukan. Dalam rilisnya, kemarin, Fitra menyebut dua pemerintahan kabupaten (pemkab) di Kalsel, Pemkab HST dan Tanahlaut mendepositokan APBD 2012 ke bank. Dana APBD yang disetorkan HST sebesar Rp 210 miliar, sedangkan Tala sebesar Rp 204 miliar.
Tidak hanya pemerintah kabupaten. Fitra juga merilis penempatan dana APBD melalui depostito ke bank juga dilakukan pemerintah provinsi dan pemerintah kota. Namun, dari daftar Fitra, tidak ada nama Provinsi Kalsel, maupun Kota Banjarmasin dan Banjarbaru.
Uchok Sky Khadafy, direktur Investigasi dan Advokasi Fitra menduga, penempatan dana APBD dalam bentuk deposito keuntungannya diraup oleh oknum untuk memenuhi kepentingabn pribadi. “Dari penempatan dana melalui deposito itu kan mendapat fee dari bank,” tandasnya.
Terlebih, lanjut dia, cara mendepositokan dana APBD karena sulit dilacak oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Karena BPK hanya melakukan audit terhadap dokumen APBD. Pihak bank dan pemda tidak akan bicara pada BPK karena sama-sama menguntungkan,” kata Uchok.
Uchok menduga penempatan dana APBD melalui deposito karena desakan kebutuhan politik. Sebab, dana deposito menjanjikan keuntungan menggiurkan dan dapat dicairkan setelah tiga bulan disetorkan ke dalam bank. “Jadi bukan untuk kepentingan rakyat. Biarpun ada bencana alam, pemda itu tidak akan mencairkan deposito,” pungkasnya.
Benarkah begitu? Fahmi menepis keras tudingan Fitra. Ditegaskan dia, langkah deposito APBB adalah untuk mendongkrak PAD. Dia lantas menyebut, dalam setahun dari hasil penempatan sebagian dana APBD, diperoleh penambahan pendapatan daerah sebesar Rp 14 miliar.
Selain itu, sebut dia, pendepositoan sebagian dana APBD itu didasari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. “Permendagri itu memberi peluang. Jika hanya didiamkan dalam bentuk giro, bunga yang diterima daerah sangat rendah. Jadi, tak ada salahnya pemda mendepositokan sebagian dana APBD untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah,” jelasnya.
Diakui Fahmi, deposito yang ditawarkan bank menguntungkan Pemkab karena bunganya bisa dinego. Dia mencontohkan jika SBI 6,75 persen, pemkab bisa meminta menjadi 7,5 persen. Pihak bank juga memberikan kelonggaran deposito pemkab tersebut tidak kena pajak.
Diuraikan Fahmi, dari pemasukan untuk APBD 2013 hingga November mendapat tambahan Rp 14 miliar atau 29,1 persen dari hasil deposito menjadi Rp 48 miliar. APBD HST 2013 sebesar Rp 967.909. 957.767.000.
Ketua DPRD HST Rosyadi Elmi dikonfirmasi soal deposito APBD mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah ada pemberitahuan kepada DPRD. “Karena kata Pemkab, mereka berhak dan punya wewenang mendepositokan tanpa izin DPRD,” ucap dia via SMS.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Tala, Surya Arifani membenarkan pemkab mendepositokan Silpa dari APBD sebesar Rp 224 miliar. Tujuannya, sebut dia, untuk mendapatkan bunga yang besar.
“Hasil bunga deposito menjadi pendapatan asli daerah (PAD),” ucapnya.
Dia menyebut, penempatan dana Silpa APBD melalui deposito diperbolehkan sesuai Permendagri No 13 tahun 2006 pasal 71 termasuk investasi jangka pendek. Dan, hampir semua kabupaten melakukan hal serupa. “Selain itu, pengelolaan keuangan pemda setiap tahun selalu diaudit BPK,” pungkasnya.
Inspektur Pembantu di HST Inspektorat Wilayah Kalsel, Yusransyah mengaku pihaknya belum mengetahui Pemkab HST mendepositokan APBD. “Kami tidak mengetahui kalau Pemkab HST mendesitokan APBDnya. Nanti kami cek kepada inspektor setempat,” ujarnya.
Demikian pula Makmur Aliansyah, Inspektur Pembantu Tanahlaut Inspektor Wilayah Kalsel, mengaku meski dirinya membawahi daerah itu, namun tidak mengetahui sistem pengadaan internal pemerintahan.
“Kewenangan kami sudah berkurang sejak 2011 lalu,” ucapnya.
Dia mempersilakan wartawan mengonfirmasi langsung dengan Inspektorat Kabupaten Tanah Laut. “Sejauh ini kami hanya sebatas memberikan pembinaan,” pungkasnya.
Deposito APBD 2012
1. Siak Rp 545 miliar
2. Bogor Rp 535 miliar
3. Bekasi Rp 380 miliar
4. Malang Rp 300 miliar
5. Karawang Rp 250 miliar
6. Bandung Rp 228 miliar
7. HST Rp 210 miliar
8. Tanah Laut Rp 204 miliar
9. Garut Rp 200 miliar
10 Sidoarjo Rp 200 miliar
11 Banyuwangi Rp 194 miliar
Komentar
Posting Komentar