SILO Dapat Izin Ekspor Pertama Olahan Bijih Besi
Kotabaru - Kalsel
Setelah sempat berhenti melakukan ekspor
selama 3 bulan, PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) akhirnya bisa bernafas
lega. Kepastian izin untuk ekspor sudah di depan mata, dengan disetujuinya
kuota ekspor konsentrat bijih laterit sebesar 4 juta ton per tahun.
Persetujuan kuota tersebut dikemukakan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, saat mendampingi Wakil Menteri ESDM dalam kunjungannya ke lokasi PT SILO.
Kunjungan Selasa lalu (1/4) tersebut adalah untuk meninjau kesiapan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih besi, yang sedang dibangun PT SILO di Pulau Sebuku, Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi yang ditilik Wamen ESDM beserta rombongan mencakup fasilitas proses pemurnan bijih besi hingga menghasilkan bijih dengan kandungan besi (Fe) sebesar 53%, fasilitas produksi kokas dari batu bara, dan fasilitas gasifikasi batu bara sebagai bagian dari pembangunan smelter yang sudah mulai dikerjakan.
"Saya kira mereka serius. Bisa kita lihat apa yang sudah mereka lakukan [dalam rangka pembangunan smelter]," ujar Susilo mengevaluasi komitmen PT SILO dalam membangun smelter bijih besi, sebagaimana dikutip kantor berita Antara kemarin (1/4).
Sebagai perusahaan tambang, PT SILO memang berkewajiban untuk melakukan pengolahan di dalam negeri. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, untuk melakukan hiliriaasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah.
PT SILO mulai melakukan kegiatan survei serta eksplorasi sejak tahun 2000, dan menemukan adanya potensi 360 juta ton bijih besi di Pulau Sebuku dan sekitarnya. Operasi produksi sendiri baru dimulai tahun 2004, dengan menghasilkan bijih besi berkualitas rendah yang kemudian dijual ke Cina.
Tak kurang dari 9-10 juta ton bijih besi ketika itu diproduksi PT SILO setiap tahunnya. Seluruhnya diperuntukkan bagi pembeli di Cina. Namun sejak pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah per 12 Januari, praktis kegiatan perusahaan yang mempekerjakan 1.741 orang itu terpaksa terhenti.
Perusahaan sebenarnya telah mengambil langkah antisipasi dengan pembangunan smelter, akan tetapi fasilitas tersebut belum rampung dan belum dapat beroperasi. Karenanya, perusahaan diberi tenggang waktu hingga tiga tahun selama proses pembangunan smelter, untuk mengekspor bijih besi yang sudah diolah dengan kadar kemurnian lebih dari 51%.
Untuk melakukan ekspor bijih olahan itu pun, perusahaan harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan perizinan ekspor dari Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan. Menurut Direktur Utama PT SILO ,Effendy Tios, pihaknya sudah mendapatkan nomor Ekspor Terdaftar dari Kementerian ESDM, sekitar dua minggu yang lalu. Tahapan selanjutnya, Kementerian ESDM akan mengeluarkan Surat Rekomendasi Teknis yang ditujukan kepada Kementerian Perdagangan, untuk mendapatakan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE) sebagai izin untuk melakukan ekspor.
"Kami berharap bisa segera melakukan ekspor," Effendy bertutur. Ia pun mengungkapkan bahwa nantinya tidak ada perubahan tujuan ekspor, dengan Cina sebagai pasar satu-satunya.
Menurut Dirjen Minerba, R Sukhyar, surat rekomendasi teknis akan segera dikeluarkan setelah meneliti berbagai kelengkapan yang diperlukan."Kita segera akan mengeluarkan rekomendasi," tegas Sukhyar.
Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, yang turut meninjau lokasi PT SILO tersebut menyatakan bahwa proses selanjutnya tak akan memakan waktu lama. Pihaknya hanya perlu waktu dua hari untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE), apabila sudah menerima rekomendasi teknis dari Kementerian ESDM.
Bila tak ada aral melintang, maka PT SILO akan menjadi perusahaan tambang pertama yang mendapat izin ekspor produk olahan berupa konsentrat besi laterit.(MN-MT)
Persetujuan kuota tersebut dikemukakan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, saat mendampingi Wakil Menteri ESDM dalam kunjungannya ke lokasi PT SILO.
Kunjungan Selasa lalu (1/4) tersebut adalah untuk meninjau kesiapan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih besi, yang sedang dibangun PT SILO di Pulau Sebuku, Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi yang ditilik Wamen ESDM beserta rombongan mencakup fasilitas proses pemurnan bijih besi hingga menghasilkan bijih dengan kandungan besi (Fe) sebesar 53%, fasilitas produksi kokas dari batu bara, dan fasilitas gasifikasi batu bara sebagai bagian dari pembangunan smelter yang sudah mulai dikerjakan.
"Saya kira mereka serius. Bisa kita lihat apa yang sudah mereka lakukan [dalam rangka pembangunan smelter]," ujar Susilo mengevaluasi komitmen PT SILO dalam membangun smelter bijih besi, sebagaimana dikutip kantor berita Antara kemarin (1/4).
Sebagai perusahaan tambang, PT SILO memang berkewajiban untuk melakukan pengolahan di dalam negeri. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, untuk melakukan hiliriaasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah.
PT SILO mulai melakukan kegiatan survei serta eksplorasi sejak tahun 2000, dan menemukan adanya potensi 360 juta ton bijih besi di Pulau Sebuku dan sekitarnya. Operasi produksi sendiri baru dimulai tahun 2004, dengan menghasilkan bijih besi berkualitas rendah yang kemudian dijual ke Cina.
Tak kurang dari 9-10 juta ton bijih besi ketika itu diproduksi PT SILO setiap tahunnya. Seluruhnya diperuntukkan bagi pembeli di Cina. Namun sejak pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah per 12 Januari, praktis kegiatan perusahaan yang mempekerjakan 1.741 orang itu terpaksa terhenti.
Perusahaan sebenarnya telah mengambil langkah antisipasi dengan pembangunan smelter, akan tetapi fasilitas tersebut belum rampung dan belum dapat beroperasi. Karenanya, perusahaan diberi tenggang waktu hingga tiga tahun selama proses pembangunan smelter, untuk mengekspor bijih besi yang sudah diolah dengan kadar kemurnian lebih dari 51%.
Untuk melakukan ekspor bijih olahan itu pun, perusahaan harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan perizinan ekspor dari Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan. Menurut Direktur Utama PT SILO ,Effendy Tios, pihaknya sudah mendapatkan nomor Ekspor Terdaftar dari Kementerian ESDM, sekitar dua minggu yang lalu. Tahapan selanjutnya, Kementerian ESDM akan mengeluarkan Surat Rekomendasi Teknis yang ditujukan kepada Kementerian Perdagangan, untuk mendapatakan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE) sebagai izin untuk melakukan ekspor.
"Kami berharap bisa segera melakukan ekspor," Effendy bertutur. Ia pun mengungkapkan bahwa nantinya tidak ada perubahan tujuan ekspor, dengan Cina sebagai pasar satu-satunya.
Menurut Dirjen Minerba, R Sukhyar, surat rekomendasi teknis akan segera dikeluarkan setelah meneliti berbagai kelengkapan yang diperlukan."Kita segera akan mengeluarkan rekomendasi," tegas Sukhyar.
Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, yang turut meninjau lokasi PT SILO tersebut menyatakan bahwa proses selanjutnya tak akan memakan waktu lama. Pihaknya hanya perlu waktu dua hari untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE), apabila sudah menerima rekomendasi teknis dari Kementerian ESDM.
Bila tak ada aral melintang, maka PT SILO akan menjadi perusahaan tambang pertama yang mendapat izin ekspor produk olahan berupa konsentrat besi laterit.(MN-MT)
Komentar
Posting Komentar