RTRW Samarinda Baru tanpa Wilayah Tambang



Tujuan  undang - undang tata ruang nasional yaitu (1) terselenggaranya peraturan ruang yang berwawasan lingkungan,  berwawasan Nusantara dan demi ketahanan nasional. (2) Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dan (3) Sebagai pengendali pembangunan fisik perkotaan.Untuk menghindari pemburukan krisis salah urus pembangunan yang salah satunya disumbang oleh pertambangan batubara di samarinda Kalimantan Timur, maka penyusunan RTRW baru Samarinda mutlak diperlukan, namun bukan RTRW yang pro tambang dan pro pemodal, akan tetapi RTRW yang pro lingkungan hidup dan Pro Rakyat.   Sudah cukup 10 tahun pembangunan samarinda tanpa RTRW, sehingga kondisi Kevakuman Tata Ruang ini dimanfaatkan oleh Penjahat Lingkungan dan Mafia Tambang untuk mengkapling dan menguasai lahan dan penghidupan warga. Hingga agustus 2012 , hanya 14 Provinsi diseluruh Indonesia yang sudah menyelesaikan Perda RTRW Provinsinya, masih tersisa 19 Provinsi lain yang urung menyelesaikan Perda RTRWnya, termasuk Provinsi Kalimantan Timur.Padahal RTRW provinsi dengan luas 21 juta hektar atau 5 kali provinsi tetangga, demikian pula halnya  provinsi kalimantan selatan , sudah tak punya lagi rencana tata ruang sejak 2006. Kondisi Vakum tata ruang ini juga terjadi diseluruh Kaltim, termasuk Kota Samarinda.Ibukota Kalimantan Timur ini malah sudah sejak 2004 tak memiliki lagi Rencana tata ruang, karena Perda RTRW No 20 Tahun 2002 hanya berlaku sejak 1994 hingga 2004. Itu artinya nyaris 10 tahun Samarinda hingga 2013 vakum tata ruang.Sejak 2005 ke vakuman tata ruang samarinda dimanfaatkan oleh penjahat lingkungan dan mafia tambang, data JATAM Kaltim mencatat, ditahun 2005 hanya ada 38 Ijin Pertambangan maka ditahun 2009 sudah ada 76 ijin pertambangan,  itu artinya ada peningkatan pengeluaran Ijin hingga 130 % hanya dalam waktu 5 tahun.Bahkan Kini tercatat 71 % dari luas 71.800 hektar luas kota samarinda telah dikapling oleh Pertambangan Batubara. Tak hanya itu, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimandatkan UU minimal seluas 19 ribu hektar (27,68 % luas kota atau 30 % menurut UU) pun dikalahkan oleh luas wilayah Pertambangan,  hutan kota Samarinda sekarang tinggal 0,8 % (256,50 ha), maka mustahil Samarinda mewujudkan  mimpinya tentang hutan kota karena Tambang telah menyita dan mencaplok hampir seluruh kota dan berebut dengan kawasan lain seperti kawasan industri dan jasa. Wajar saja titik banjir kota samarinda selalu bertambah dari 29 menjadi 35, dan saban banjir 15 ribu warga sengsara dan terbebani.Dikawasan lumbung pangan pun, para petani  di Lempake dan makroman diserobot operasi pertambangan, hasil panen menurun, warga kita mengimpor beras dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan.Untuk mengerem Nafsu Walikota dan Wakil Walikota maupun Politisi dan Penjahat Lingkungan yang mengeruk bahan tambang lebih besar dibanding semangat mewujudkan Visi Samarinda sebagai Kota Jasa, Industri, Perdagangan dan Pemukiman yang berwawasan lingkungan, maka RTRW Baru Samarinda mestilah menghapuskan wilayah pertambangan dari RTRW baru. Anggota DPRD pun tak boleh main-main dalam merumuskan RTRW baru yang Pro Rakyat dan pro Lingkungan, apalagi sejumlah indikasi negatif terlihat, RTRW Samarinda dikhawatirkan tidak diurus serius apalagi minus konsultasi publik yang diamanahkan oleh UU No 12 Tahun 2011 Tentang Penyusunan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Tanpa konsultasi publik dan serap aspirasi publik, DPRD dan Pansus Perda RTRW bukan saja bersalah secara prosedural, tetapi juga sesat secara subtansial.Karena itulah Gerakan Samarinda Menggugat, koalisi warga dan lembaga sosial masyarakat menyampaikan 1000 kartupos dukungan hapus wilayah pertambangan dari RTRW Samarinda yang baru, gerakan ini menghimpun pesan kartupos dari berbagai suara warga korban dampak pertambangan, korban banjir, korban pembangunan lainnya akibat buruknya kebijakan pembangunan yang tak dipandu oleh RTRW yang Pro Rakyat dan pro Lingkungan Hidup. [MJI]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WARGA ADHYAKSA GREBEK OKNUM ANGOTA DPRD BANJARMASIN

PT. MBN Diduga Sebagai Penadah Batu Bara Ileggal

Perwira Polda Kalsel Bergeser