7 Tahun Murid Lesehan

Martapura - Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pulau Nyiur 2 di Kampung Batu Tiris, Karangintan, Banjar, sudah berdiri sejak 2006. Namun, hingga kini, murid-muridnya tidak pernah merasakan duduk di kursi saat mengikuti proses belajar mengajar. Setiap hari mereka terpaksa lesehan di sekolah. Bahkan murid kelas 1 dan 2 juga harus berbagi ruang kelas.
 7 Tahun Murid Harus Lesehan
Di sekolah itu terdapat lima ruang kelas yang satu di antaranya dalam kondisi sangat memprihatinkan. Selain ketiadaan kursi dan meja bagi murid, dindingnya berbahan kayu dengan ventilasi dari kawat. Atapnya dari seng tanpa plafon. Yang mengkhawatirkan, tiang-tiangnya mulai lapuk dimakan rayap.

Dari pantauan wartawan, Rabu (9/10) di setiap ruang kelas, hanya ada satu meja dan satu kursi untuk guru. Juga ada satu lemari untuk menyimpan buku pelajardan dan papan tulis. Agar tidak mengotori seragam murid, lantai papan sekolah tersebut dilapisi karpet plastik.

“Lelah duduk di bawah. Harus sering mengubah posisi duduk supaya nggak kesemutan,” ujar seorang dari 64 murid di sekolah itu, M Iqbal.

Karena ruangnya agak terbuka dan tidak ada kipas angin, apalagi air conditioner (AC), murid-murid akan kegerahan karena panasnya udara. Apalagi atapnya adalah seng tanpa dilapisi plafon. “Sulit konsentrasi belajar jika sudah kepanasan,” ucap Iqbal.

Kepala SDN Pulau Nyiur 2, Askani mengungkapkan dulunya sekolah itu adalah filial dari SDN Pulau Panyiuran 1di Desa Pulau Nyiur. Setelah itu menumpang di Madrasah Ibtidaiyah Pulau Nyiur. Baru selama dua bulan ini, sekolah tersebut ‘mandiri’.

“Kami hanya memiliki lima ruang kelas. Masih kurang. Karena itu, kami terpaksa menyekat ruang kelas agar menjadi dua, untuk kelas I dan II,” kata dia.

Mengenai ketiadaan kursi, Askani mengatakan awalnya ada bantuan kursi dari Dinas Pendidikan (Disdik), namun satu per satu rusak dan tidak ada penggantinya.

“Yang tersedia, hanya beberapa meja dan kursi untuk murid kelas 6. Itu bantuan terakhir. Kalau lainnya, sudah rusak. Kepala Disdik Banjar sudah meninjau kondisi sekolah kami,” ujar Askani.

Kepala Disdik Banjar Gt Ruspan Noor saat dihubungi mengatakan sudah melihat sekolah tersebut. Dia pun mengungkapkan, Disdik telah mengalokasikan dana untuk pengadaan meja dan kursi melalui APBD-Perubahan 2013.

“Kita akan menggelar lelang pengadaan meja dan kursi di sekolah tersebut. Sementara untuk bangunan, kami belum bisa memastikan masuk-tidaknya ke daftar sekolah yang direhabilitasi pada tahun ini. Saya harus melihat dulu daftarnya,” katanya.

Hanya Rp 160 Ribu

Tak hanya murid yang menderita, para guru sekolah itu juga harus legawa menerima honor hanya ratusan ribu rupiah per bulan. Nasib itu dialami 16 guru honor.

Padahal, untuk menuju ke SDN Pulau Nyiur 2, banyak guru yang harus menempuh perjalanan sejauh 15 kilometer dari pusat Kecamatan Karang Intan.  Karena kondisi jalan yang penuh kerusakan, perjalanan memakan waktu hingga satu jam.

Salah seorang huru honor adalah Kasfian. Dia mengaku mendapat honor Rp 160 ribu tiap bulannya. Secara nominal dia mengatakan uang sebesar itu tidak cukup untuk membeli bensin dan makan sehari-hari.

“Tetapi, karena ini pengabdian sekaligus mencari pengalaman mengajar, saya  memutuskan tetap bertahan mengajar. Kebetulan saya masih ikut orangtua sehingga tidak masalah walaupun honornya kecil,” ujar dia.

Guru honor lainnya, Inayah mengaku mendapat honor Rp 150 ribu. Dia juga tidak mempermasalahkan 
karena tujuan utamanya adalah mendapat pengalaman mengajar. “Kalau honor segitu mana cukup. Untuk bensin ke sini tidak cukup. Saya cuma mencari pengalaman mengajar” katanya.

Saat dihubungi, Askani mengungkapkan di sekolah itu terdapat 21 staf baik guru maupun bagian tata usaha. Jumlah guru cukup banyak karena segian di antaranya juga mengajar di sekolah filial SDN Pulau Nyiur 2 yang lokasinya sekitar tiga kilometer dari sekolah tersebut.

Guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) hanya dua orang. Itupun baru masuk bulan ini. Selain itu empat guru kontrak dan sisanya honorer. Untuk guru kontrak, mendapat honro dari Pemkab Banjar sebesar Rp 800 ribu per bulan.

“Untuk guru honor, diambilkan dari dana BOS (bantuan operasional sekolah). Karena dananya terbatas, honor untuk mereka juga relatif kecil. Ada yang Rp 160 ribu, Rp 100 ribu bahkan yang Rp 85 ribu juga ada. Besarnya, memang beda-beda sesuai jam mengajar,” kata Askani.

Sementara Gt Ruspan Noor mengakui sulitnya medan geografis menuju sekolah tersebut. Disdik pun memiliki keinginan memberi tambahan pendapatan untuk para guru honor, tetapi tidak memiliki payung hukum yang kuat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WARGA ADHYAKSA GREBEK OKNUM ANGOTA DPRD BANJARMASIN

PT. MBN Diduga Sebagai Penadah Batu Bara Ileggal

Perwira Polda Kalsel Bergeser