Izin Praktik Ditahan, Perawat dan Bidan Melawan
Sejumlah perawat di Banjarmasin yang
berniat membuka praktik mandiri resah. Izin yang mereka ajukan sejak
Januari 2013 lalu tidak kunjung disetujui oleh Dinas Kesehatan (Dinkes)
setempat. Padahal, sebelum mereka sudah ada beberapa orang perawat yang
mendapat izin praktik mandiri.
“Tugas Dinkes meyakinkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat aman, mudah, terjangkau, dan berkualitas. Untuk itu perlu manajemen,” pungkasnya. (naz/yn/bin)
Sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
sekarang para perawat memang boleh berpraktik seperti halnya dokter dan
bidan. Izin dan penyelenggaraan praktik perawat diatur lagi lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 148 Tahun 2010,
kemudian diubah dengan Permenkes Nomor 17 Tahun 2013.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Banjarmasin yang
mewadahi sekitar tiga ribuan tenaga perawat pun mengadukan masalah ini
ke sejumlah pihak, mulai DPRD hingga Ombudsman.
Ketua PPNI Kota Banjarmasin Machli Riyadi mengungkapkan, tahun lalu
sudah ada tiga orang perawat
yang mengurus izin praktik mandiri dan
disetujui, termasuk dirinya. Namun, saat beberapa orang rekannya yang
lain mencoba mengusulkan izin yang sama pada Januari silam, malah tidak
disetujui.
Pada Selasa (16/7), pihaknya akhirnya duduk semeja dengan jajaran
Dinkes Kota Banjarmasin. Setelah melalui adu argumentasi yang alot dari
siang hingga sore hari, PPNI berhasil ‘memaksa’ Kepala Dinkes Kota
Banjarmasin Diah R Praswasti menandatangani nota kesepahaman terkait
izin praktik perawat.
“Alasan Dinkes masih menunggu UU Keperawatan. Memang sampai sekarang
belum disahkan. Tapi lahirnya Permenkes 148/2010 itu bukan tidak ada
dasar undang-undang, dasarnya UU Kesehatan,” tuturnya dalam konferensi
pers dengan sejumlah wartawan di RSUD Ulin Banjarmasin, Rabu (17/7)
pagi.
Kalau demikian, sambung Machli yang juga menjabat Kasi Hukum dan
Kemitraan RSUD Ulin Banjarmasin, berarti ada diskriminasi antara perawat
dan bidan. Menurutnya, sampai saat ini belum ada UU Kebidanan.
Sedangkan perawat dan bidan statusnya sama-sama tenaga kesehatan.
“Tapi sekarang sudah disepakati perawat boleh berpraktik. PPNI dan
Dinkes sudah tanda tangan MoU (Memorandum of Understanding),” imbuhnya.
Ia menambahkan, langkah PPNI ini juga mendapat dukungan penuh IDI
(Ikatan Dokter Indonesia). Terpisah, Kepala Dinkes Kota Banjarmasin Diah
R Praswasti yang dikonfirmasi menjelaskan, pada tahun ini ada sedikit
perubahan persyaratan izin praktik mandiri perawat.
Pihaknya perlu mengonsultasikan perubahan itu terlebih dulu sebelum
menerapkannya. Ini menjadi alasan izin praktik yang diajukan sejumlah
perawat sejak Januari 2013 belum diproses.
“Ketika ada kebijakan baru, kami perlu konsultasi dulu. Kami juga
perlu melakukan mediasi antarprofesi tenaga medis agar ketika
diberlakukan semua bisa menerima dan tidak ada pertentangan,” ujarnya
yang ditemui usai mengikuti rapat di Balaikota.
Diakuinya, pada tahun 2012 memang ada beberapa perawat yang diberi
izin praktik mandiri. Kala itu, perawat yang ingin berpraktik cukup
berbekal Surat Izin Perawat (SIP) yang dikeluarkan Dinkes Provinsi. Lalu
pihaknya menerbitkan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) setelah semua
syarat lain dilengkapi.
“Mulai tahun 2013 wajib pakai STR (Surat Tanda Registrasi) yang
dikeluarkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MKTI) di pusat.
Tahun 2012 MKTI belum terbentuk, dari Dinkes Provinsi membijaksanai
boleh diganti dengan SIP,” sambungnya.
Ia melanjutkan, sekarang Dinkes Kota Banjarmasin siap mengeluarkan
izin praktik mandiri asuhan keperawatan setelah mediasi dengan semua
pihak dilakukan.
“Tugas Dinkes meyakinkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat aman, mudah, terjangkau, dan berkualitas. Untuk itu perlu manajemen,” pungkasnya. (naz/yn/bin)
Komentar
Posting Komentar