Kejari Usut Masalah Sentra Antasari
Pemko Banjarmasin dipusingkan dengan dua persoalan yang saat ini masih
mengganjal. Persoalan itupun ditanyakan langsung pada Kejaksaan Negeri
Banjarmasin. Pertama, pembebasan bangunan liar (bangli) di atas tanah
negara. Kedua, aset Senta Antasari (SA) yang tak ada kejelasan dan
kepastian hukum.
“Kami tidak berani mengambil kebijakan sendiri,” kata Asisten Bidang Pemerintahan Sekdako Banjarmasin, Rusdiansyah, kemarin (1/7), di Aula Kayuh Baimbai dalam sosialiasi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Rusdi mengambil contoh pembebasan lahan untuk rumah sakit pemko. Dari segi aturan tidak membolehkan mengganti rugi bangli. Tapi dari segi kemanusiaan, bangunan yang sudah dihuni 30 tahun itu telah menjadi tempat hajat hidup warga.
“Kalau langsung dibongkar tentu kasihan. Atau bisakah tidak dalam uang ganti rugi, tapi sekadar uang kerohiman atau uang pindah?” tanya Rusdi. Menanggapi pertanyaan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Agoes Soenanto Prasetyo, menjelaskan bahwa lama atau sebentar dihuni bukan ukuran.
Patokannya adalah tanah negara tetap harus dikosongkan. “Atau, lihat kembali perwali dan aturan lainnya, bila perlu direvisi agar sisi kemanusiaan itu tetap bisa diakomodir,” ujarnya.
Masalah kedua yang dipersoalkan adalah aset Sentra Antasari (SA). “Kewenangan menyita aset dalam putusan hingga tingkat MA pun tidak ditetapkan. Sementara PT GJW tidak sanggup membayar utangnya pada pemko,” kata Staf Ahli Bidang Hukum Pemko Banjarmasin, Fathurrachim.
Artinya, jelas Fathurrachim, upaya pailit sekali pun tidak bisa dilakukan. Pilihannya adalah menempuh jalur hukum dengan gugatan tindakan melawan hukum.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Pidsus Kejari, I Ketut Kasnadedy mengakui masalah SA masih berlarut-larut. “Tapi bukan berarti tak bisa selesai. Kuncinya adalah bila utang Rp 1,3 miliar ke pemko dibayarkan tergugat, addendum pun bisa dilakukan. Masalahnya, mereka tidak sanggup,” tukasnya.
“Kami tidak berani mengambil kebijakan sendiri,” kata Asisten Bidang Pemerintahan Sekdako Banjarmasin, Rusdiansyah, kemarin (1/7), di Aula Kayuh Baimbai dalam sosialiasi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Rusdi mengambil contoh pembebasan lahan untuk rumah sakit pemko. Dari segi aturan tidak membolehkan mengganti rugi bangli. Tapi dari segi kemanusiaan, bangunan yang sudah dihuni 30 tahun itu telah menjadi tempat hajat hidup warga.
“Kalau langsung dibongkar tentu kasihan. Atau bisakah tidak dalam uang ganti rugi, tapi sekadar uang kerohiman atau uang pindah?” tanya Rusdi. Menanggapi pertanyaan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Agoes Soenanto Prasetyo, menjelaskan bahwa lama atau sebentar dihuni bukan ukuran.
Patokannya adalah tanah negara tetap harus dikosongkan. “Atau, lihat kembali perwali dan aturan lainnya, bila perlu direvisi agar sisi kemanusiaan itu tetap bisa diakomodir,” ujarnya.
Masalah kedua yang dipersoalkan adalah aset Sentra Antasari (SA). “Kewenangan menyita aset dalam putusan hingga tingkat MA pun tidak ditetapkan. Sementara PT GJW tidak sanggup membayar utangnya pada pemko,” kata Staf Ahli Bidang Hukum Pemko Banjarmasin, Fathurrachim.
Artinya, jelas Fathurrachim, upaya pailit sekali pun tidak bisa dilakukan. Pilihannya adalah menempuh jalur hukum dengan gugatan tindakan melawan hukum.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Pidsus Kejari, I Ketut Kasnadedy mengakui masalah SA masih berlarut-larut. “Tapi bukan berarti tak bisa selesai. Kuncinya adalah bila utang Rp 1,3 miliar ke pemko dibayarkan tergugat, addendum pun bisa dilakukan. Masalahnya, mereka tidak sanggup,” tukasnya.
Komentar
Posting Komentar