Petieskan Kasus Korupsi, Jaksa Agung Diminta Pecat Kajari Ende
Jakarta- Jaksa Agung,
Basrief Arief,
diminta segera mencopot
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari)
Ende, Nusa Tenggara Timur (NNT), Ery Ariansyah,
SH, MH,
dari
jabatannya atas kesalahannya mempetieskan
kasus dugaan
penyimpangan
pengelolaan
dana
alokasi
khusus
(DAK) tahun
anggaran 2006
dalam bidang pendidikan Kabupaten Ende
dengan kerugian negara
Rp 1,3 miliar.
![Petrus Selestinus [google]](http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20120117143715502.jpg)
Petrus Selestinus
“Dia harus dipecat, ganti saja dengan jaksa yang bersih dan idealis,” kata Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, kepada SP, Jumat (30/8).
Petrus mengatakan, dugaan penyimpangan pengelolaan DAK Tahun Anggaran 2006 bidang Pendidikan Kabupaten Ende, diduga dilakukan Don Bosco M Wangge, selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende.
Kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Ende sejak tahun 2007. Menurut Petrus, berdasarkan laporan hasil audit investigatif Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) atas kasus tersebut yang diumumkan pada 16 Maret 2009, ditemukan telah terjadi penyimpangan atau pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian negara, masing-masing, pertama, sebesar Rp 257.344.750, atas insentif yang diterima secara pribadi oleh sejumlah Kepala Sekolah.
Kedua, sebesar Rp 805.000.000,- atas insentif yang diterima secara pribadi oleh para Koordinator kepala Sekolah.
Ketiga, sebesar Rp 36.369.146,10 atas pemakaian bahan bekas pembangunan gedung dan tidak dikerjakannya sebagian pekerjaan rehabilitasi gedung sekolah.
Keempat, sebesar Rp 32.570.000,- atas mark up pembelian meubelair. Kelima, sebesar Rp. 124.217.238 atas tidak optimalnya penerimaan Negara atas pembelian meubilair.
Keenam, sebesar Rp. 106.756.364 atas tidak optimalnya penerimaan Negara atas pembelian sarana pendidikan dan perpustakaan, dimana atas permasalahan tersebut Pihak Pemda Kabupaten Ende akan memproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Anehnya, kata Petrus, ternyata Kajari Ende telah menghentikan penyelidikan kasus tersebut pada Agustus 2011 sekalipun audit BPKP menyatakan telah ada kerugian Negara atau ada perbuatan melawan hukum.
Petrus mengatakan, hasil telaahan intelijen kejaksaan negeri Ende pada Februari 2011 merekomendasikan agar kasus korupsi tersebut ditingkatkan ke penyidikan dan diberi status tersangka.
“Juga Kejati NTT dalam suratnya ke Kajari Ende pada maret 2011 meminta kajari Ende agar tingkatkan pemeriksaan ke tahap penyidikan. Juga KPK meminta agar SPDP diberitahukan ke KPK. “Kajari Ende rupanya sudah disuap dalam kasus ini. Oleh karena itu, Jaksa Agung segera bertindak,” kata dia.
Dikatakan, pada 20 Agustus 2013, tim dari TPDI bersama Forum Peduli Kesejahteraan Masyarakat (FKPM) Kabupaten Ende, telah melaporkan Kajari Ende kepada Kejaksaan Agung di Jakarta tentang dipetieskan kasus tersebut.
“Sekarang kami di Kejaksaan Agung untuk menanyakan kelanjutan laporan kami,” kata Petrus, Jumat (30/8). [E-8/SP]
![Petrus Selestinus [google]](http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20120117143715502.jpg)
Petrus Selestinus
“Dia harus dipecat, ganti saja dengan jaksa yang bersih dan idealis,” kata Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, kepada SP, Jumat (30/8).
Petrus mengatakan, dugaan penyimpangan pengelolaan DAK Tahun Anggaran 2006 bidang Pendidikan Kabupaten Ende, diduga dilakukan Don Bosco M Wangge, selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende.
Kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Ende sejak tahun 2007. Menurut Petrus, berdasarkan laporan hasil audit investigatif Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) atas kasus tersebut yang diumumkan pada 16 Maret 2009, ditemukan telah terjadi penyimpangan atau pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian negara, masing-masing, pertama, sebesar Rp 257.344.750, atas insentif yang diterima secara pribadi oleh sejumlah Kepala Sekolah.
Kedua, sebesar Rp 805.000.000,- atas insentif yang diterima secara pribadi oleh para Koordinator kepala Sekolah.
Ketiga, sebesar Rp 36.369.146,10 atas pemakaian bahan bekas pembangunan gedung dan tidak dikerjakannya sebagian pekerjaan rehabilitasi gedung sekolah.
Keempat, sebesar Rp 32.570.000,- atas mark up pembelian meubelair. Kelima, sebesar Rp. 124.217.238 atas tidak optimalnya penerimaan Negara atas pembelian meubilair.
Keenam, sebesar Rp. 106.756.364 atas tidak optimalnya penerimaan Negara atas pembelian sarana pendidikan dan perpustakaan, dimana atas permasalahan tersebut Pihak Pemda Kabupaten Ende akan memproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Anehnya, kata Petrus, ternyata Kajari Ende telah menghentikan penyelidikan kasus tersebut pada Agustus 2011 sekalipun audit BPKP menyatakan telah ada kerugian Negara atau ada perbuatan melawan hukum.
Petrus mengatakan, hasil telaahan intelijen kejaksaan negeri Ende pada Februari 2011 merekomendasikan agar kasus korupsi tersebut ditingkatkan ke penyidikan dan diberi status tersangka.
“Juga Kejati NTT dalam suratnya ke Kajari Ende pada maret 2011 meminta kajari Ende agar tingkatkan pemeriksaan ke tahap penyidikan. Juga KPK meminta agar SPDP diberitahukan ke KPK. “Kajari Ende rupanya sudah disuap dalam kasus ini. Oleh karena itu, Jaksa Agung segera bertindak,” kata dia.
Dikatakan, pada 20 Agustus 2013, tim dari TPDI bersama Forum Peduli Kesejahteraan Masyarakat (FKPM) Kabupaten Ende, telah melaporkan Kajari Ende kepada Kejaksaan Agung di Jakarta tentang dipetieskan kasus tersebut.
“Sekarang kami di Kejaksaan Agung untuk menanyakan kelanjutan laporan kami,” kata Petrus, Jumat (30/8). [E-8/SP]
Komentar
Posting Komentar