Proyek Hambalang Sudah Salah Sejak Awal
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai proyek
Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang pada
Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah terdapat kesalahan sejak awal.

"Memang yang terpenting, ada proses pembahasan dan ada proses pengajuannya. Dalam proses pengajuan itu sudah ada penyimpangan atau salah," kata anggota BPK Ali Masykur Musa di DPR usai menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi Tahap II Hambalang ke DPR, Jumat (23/8/2013). Namun, Ali enggan menjabarkan kesalahan yang dimaksud lebih jauh.
Selanjutnya, saat ditanya adanya anggota Komisi X DPR yang terlibat dalam proyek ini, Ali enggan menjawabnya. Namun, sejumlah nama-nama yang terlibat dalam kasus ini, termasuk anggota DPR sudah dikantongi BPK. "Saya tidak menyebut nama-nama, lihat LHP itu sudah dijelaskan," ujar Ali.
Lebih lanjut, Ali menambahkan, selain dalam proses pengajuan yang diduga terdapat penyelewengan, dalam proses pengurusan sertifikat tanah dalam kasus Hambalang ini juga terdapat penyelewengan. Namun Ali lagi-lagi enggan menjelaskan secara detail soal penyelewengan apa yang ada di dalam proses pengurusan sertifikat tanah itu. "Saya tidak bicara orang perorang, tapi proses pengurusan tanah adalah satu item penyalahgunaannya," kata Ali.
Dalam LHP Tahap II ini, BPK juga mencatat, ada 6 penyelewengan yang terjadi, yaitu (1) proses pengurusan hak atas tanah; (2) proses pengurusan izin pembangunan; (3) proses pelelangan; (4) proses persetujuan Rencana Kerja Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) dan persetujuan kontrak tahun jamak; (5) pelaksanaan pekerjaan konstruksi; (6) pembayaran dan aliran dana yang diikuti dengan rekayasa akuntansi.
Dalam proses RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK nomor 194/PMK.02/2011 tentang tata cara pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak dalam pengadaan barang/jasa yang diduga mengalami penurunan makna substansif dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak. "Hal ini, dapat melegalisasi penyimpangan semacam 'kasus hambalang' untuk tahun berikutnya," kata Ketua BPK Hadi Poernomo.
(ful)

"Memang yang terpenting, ada proses pembahasan dan ada proses pengajuannya. Dalam proses pengajuan itu sudah ada penyimpangan atau salah," kata anggota BPK Ali Masykur Musa di DPR usai menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi Tahap II Hambalang ke DPR, Jumat (23/8/2013). Namun, Ali enggan menjabarkan kesalahan yang dimaksud lebih jauh.
Selanjutnya, saat ditanya adanya anggota Komisi X DPR yang terlibat dalam proyek ini, Ali enggan menjawabnya. Namun, sejumlah nama-nama yang terlibat dalam kasus ini, termasuk anggota DPR sudah dikantongi BPK. "Saya tidak menyebut nama-nama, lihat LHP itu sudah dijelaskan," ujar Ali.
Lebih lanjut, Ali menambahkan, selain dalam proses pengajuan yang diduga terdapat penyelewengan, dalam proses pengurusan sertifikat tanah dalam kasus Hambalang ini juga terdapat penyelewengan. Namun Ali lagi-lagi enggan menjelaskan secara detail soal penyelewengan apa yang ada di dalam proses pengurusan sertifikat tanah itu. "Saya tidak bicara orang perorang, tapi proses pengurusan tanah adalah satu item penyalahgunaannya," kata Ali.
Dalam LHP Tahap II ini, BPK juga mencatat, ada 6 penyelewengan yang terjadi, yaitu (1) proses pengurusan hak atas tanah; (2) proses pengurusan izin pembangunan; (3) proses pelelangan; (4) proses persetujuan Rencana Kerja Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) dan persetujuan kontrak tahun jamak; (5) pelaksanaan pekerjaan konstruksi; (6) pembayaran dan aliran dana yang diikuti dengan rekayasa akuntansi.
Dalam proses RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK nomor 194/PMK.02/2011 tentang tata cara pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak dalam pengadaan barang/jasa yang diduga mengalami penurunan makna substansif dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak. "Hal ini, dapat melegalisasi penyimpangan semacam 'kasus hambalang' untuk tahun berikutnya," kata Ketua BPK Hadi Poernomo.
(ful)
Komentar
Posting Komentar