Wali Kota Tantang Ombudsman Buktikan Praktek Calo
MATARAM-Wali Kota
Mataram H Ahyar Abduh membantah adanya calo di sektor pelayanan publik.
Menurutnya, pelayanan publik di Kota Mataram sudah berjalan dengan baik.
”Saya pikir tidak ada itu (calo), jangan hanya katanya, katanya, saja.
Tunjukkan buktinya,” kata Ahyar.
Namun, data tersebut, menurut Ahyar
masih belum bisa dibuktikan kebenarannya. Sampai saat ini, ia belum
menerima bukti bahwa di beberapa instansi pelayanan publik dipenuhi
calo. ”Kalau ada bukti nyata, saya tindak tegas” janjinya.
Sementara itu Ketua DPRD Kota Mataram HM
Zaini mengatakan, praktik percaloan yang menggerogoti sektor pelayanan
publik merupakan masalah yang sudah sangat parah. Jika tidak ada
tindakan konkret, maka percaloan akan merusak sistem pelayanan publik.
Menurutnya, salah satu cara menghentikan
praktik percaloan adalah dengan tidak menggunakan jasa mereka lagi.
"Sudah saatnya warga tidak lagi menggunakan calo," katanya.
Langkah kecil tersebut memang
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Hanya saja, calo tidak akan bisa
berhenti selama ada orang yang menggunakan jasanya.
Selain itu, untuk bisa memberantas
praktik percaloan dibutuhkan tindakan kolektif. Semua pihak harus
terlibat, sebab percaloan yang terjadi selama ini melibatkan semua
elemen masyarakat. Tidak terkecuali para pejabat publik. "Semua kita
harus terlibat kalau mau menghentikan percaloan," tegasnya.
Ia mengungkapkan, dalam banyak kasus
para calo lahir justru disebabkan adanya permintaan dari warga sendiri.
Karena tidak sabar dengan proses dan prosedur pelayanan yang ada. Maka
satu-satunya cara adalah dengan memanfaatkan jasa para calo. Seperti
pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pembuatan akta kelahiran dan
sebagainya. "Kalau tidak ada permintaan dari warga, para calo ini juga
tidak akan ada," katanya.
Meski demikian, politisi Partai Demokrat
ini tidak sepenuhnya menyalahkan warga. Kondisi itu juga tentu
disebabkan pemberi pelayanan juga turut mengambil untung dari kondisi
tersebut. Prosedur pelayanan selama ini masih menyulitkan warga,
sehingga jalan pintas terpaksa mereka tempuh. Dalam konteks itulah
dibutuhkan upaya kolektif yang melibatkan semua pihak. Karena memang
percaloan tidak akan bisa dihentikan oleh satu pihak.
Sementara itu, Kepala Ombudsman
Perwakilan NTB Adhar Hakim mengatakan, sudah saatnya masyarakat mulai
meninggalkan kebiasaan menggunakan calo. "Ini butuh waktu memang.
Apalagi hasil survei TII menyebutkan 70 persen masyarakat Indonesia
memang suka melakukan sogokan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, dalam praktiknya, selama
ini calo ada dua jenis. Ada yang resmi lewat perusahaan jasa dan ada
yang gelap. Calo yang menjadi masalah adalah mereka yang beroperasi
secara gelap. Mereka kerap meminta uang lebih dan mengambil keuntungan
belipat dari warga. "Kepada perusahaan resmi dipahami ada aturannya
tetapi tentu harus tetap dikontrol. Yang menjadi masalah adalah calo
gelap," katanya.
Menurutnya, salah satu jalan mencegah
adalah memperketat pelayanan publik dengan menegakkan standar pelayanan,
baik soal tarif, jangka waktu pelayanan, dan mekanisme pelayanan. Oleh
sebab itu sangat penting penegakan komponen pelayanan publik seperti
yang tertuang dalam Pasal 21 Undang-nndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, khususnya yang mengatur soal pengawasan internal
pelayanan publik. Dalam undang-undang itu sudah sangat jelas, standar
dan mekanisme pelayanan yang baik.
Selain itu, tidak kalah penting adalah
membuka ruang bagi warga untuk berpartisipasi mengawasi pelayanan,
dengan membuka posko pengaduan yang dilengkapi pejabat pengelola
pengaduan. Jika semua sistem berjalan baik, menurutnya praktik percaloan
bisa dikurangi. (cr-ili)
Komentar
Posting Komentar