400 PTS di Black List, 100 Dosen Palsukan Karya Tulis Untuk Jadi Guru Besar

Jakarta -  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menemukan banyak dosen yang memalsukan syarat pengajuan untuk menjadi guru besar. Modus paling umum adalah pemalsuan karya tulis yang dimuat dalam jurnal ilmiah.  
Ilustrasi Guru Besar [google]
Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemdikbud Supriadi Rustad memaparkan, ada sekitar 100 dosen setingkat lektor kepala yang terbukti memalsukan karya tulis. Mereka ada yang berasal dari perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta (PTS).  

Supriadi mengungkapkan, dari 100 dosen tersebut, empat orang sudah diturunkan pangkatnya dan dua orang dipecat dari jabatan dosen. Menurutnya, banyak karya tulis yang ternyata dimuat di jurnal ilmiah “bodong”. Atau, ada pula karya tulis yang ditempelkan di salah satu jurnal ilmiah, seolah merupakan bagian dalam jurnal tersebut.  

“Ada juga yang mengaku anggota IKAPPI. Yang kita tahu IKAPI itu Ikatan Penerbit Indonesia, tapi kalau huruf ‘P’ ada dua yang saya tahu Ikatan Pedagang Pasar. Saat dicek, alamat tidak ada, palsu semua,” ujar Supriadi, saat ditemui di kantornya, di Jakarta.  

Supriadi mengatakan, motivasi pemalsuan karya tulis adalah prestise untuk mendapat gelar guru besar. Namun, dia mengingatkan, aksi pemalsuan karya tulis selalu bisa terdeteksi, meskipun karya tulis dimuat dalam jurnal ilmiah online. “Tidak usah berbuat seperti itu, sekarang sudah bisa ketahuan semua. Bahkan, sekarang kami dibantu pengaduan dari masyarakat,” tuturnya.  

Terkait pelanggaran itu, Ditjen Dikti sudah melakukan pembinaan kepada PTN maupun PTS di mana dosen tersebut bertugas. Pembinaan berupa penghentian layanan dari Ditjen Dikti, seperti tunjangan sertifikasi, beasiswa, dan kenaikan pangkat. Diharapkan, ada pula pembenahan institusi karena kasus pemalsuan itu.

“Perguruan tinggi juga bersalah, khususnya pimpinannya karena melakukan pembiaran,” ucapnya.  

Supriadi menambahkan, Ditjen Dikti saat ini sedang menelusuri 12 kasus serupa, yaitu pemalsuan persyaratan guru besar. Meski begitu, menurutnya, kasus pemalsuan sudah berkurang karena saat ini PT tidak sembarangan meloloskan dosen yang mau mengajukan diri sebagai guru besar.   “Biasanya rata-rata dalam sebulan ada 100 orang yang mengajukan menjadi guru besar, sekarang sekitar 20-30 orang saja,” katanya.  

Palsukan Dokumen

Selain pemalsuan karya tulis, Supriadi mengatakan, Ditjen Dikti juga sudah memasukkan 400 PTS ke dalam daftar hitam (black list). Sebab, 400 PTS tersebut melakukan pemalsuan dokumen atau data, antara lain pemalsuan data jumlah dosen dan jumlah mahasiswa.  

“Kalau dosen, dia harus dosen tetap baru bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi. Tapi banyak yang mengklaim sebagai dosen tetap padahal dia adalah guru bahkan pegawai bank,” ucapnya.  
Supriadi mengatakan, pemalsuan data dilakukan antara lain agar syarat rasio dosen dan mahasiswa terpenuhi. Selain itu, banyak oknum yang memanfaatkan PTS demi mendapatkan tunjangan sertifikasi dosen. Ditjen Dikti sudah melakukan pembinaan kepada 400 PTS tersebut berupa penundaan tunjangan sertifikasi dosen, beasiswa, dan kenaikan pangkat.  

“Ditjen Dikti tetap terbuka untuk PTS yang mau ‘bertobat’. Mereka diminta memperbaiki data sesuai kondisi sebenarnya. Kalau benar-benar ‘bertobat’, baru layanan dari Dikti kami buka kembali,” katanya(Sp/BK)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. MBN Diduga Sebagai Penadah Batu Bara Ileggal

Reka Ulang Pembunuh Bos Rental Alat Berat

WARGA ADHYAKSA GREBEK OKNUM ANGOTA DPRD BANJARMASIN