Jimly: Apa Gentingnya Perppu Dikeluarkan?
Jakarta -
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menilai,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pengawasan
Hakim MK tidak memiliki kepentingan mendesak sehingga tidak perlu diterbitkan.
![Jimly Assiddiqie. [Antara]](http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20121127213428839.jpg)
"Apa gentingnya, apa yang mendesak, apa yang perlu diatur sekarang, tidak ada. Jadi kenapa harus perlu Perpu," kata Jimly usai memimpin sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Selasa (8/10).
Menurut Jimly, pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi untuk saat ini cukup dilakukan oleh sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah terkait, sesuai dengan bidang masing-masing.
Yang perlu diutamakan saat ini adalah mekanisme "check and balance" dalam pengawasan terhadap lembaga peradilan tertinggi negara tersebut.
"MK itu sudah diawasi oleh semua lembaga, buktinya Ketua MK bisa ditangkap tangan KPK. Kalau ada 'main-main' itu tindak pidana, jadi langsung saja ditangkap (hakimnya)," tegas Jimly.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berencana menerbitkan Perpu untuk mengawasi persyaratan, peraturan, mekanisme dan seleksi hakim MK.
Hal itu dilakukan menyusul peristiwa penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dalam penyelesaian sejumlah sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Saya Presiden berencana mempersiapkan Perpu untuk saya ajukan ke DPR RI, yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi dan pemilihan hakim MK. Ini penting," kata Presiden.
Presiden menjelaskan, sesuai dengan semangat yang ada dalam UUD 1945, materi atau substansi Perpu itu perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak yaitu Presiden, DPR dan Mahkamah Agung.
"Karena dalam UUD 1945 sebenarnya yang diberikan kewenangan untuk menetapkan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi adalah Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung," katanya.
Keputusan tersebut diambil Presiden SBY setelah bertukar pikiran dan berdialog dengan Wakil Presiden, Boediono serta para pimpinan lembaga negara.
Pada Sabtu (5/10) siang, Presiden SBY sengaja mengundang Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Yudisial, dan Ketua BPK untuk memikirkan masalah MK dan mencari solusi bersama. [Ant/L-8/bk]
![Jimly Assiddiqie. [Antara]](http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20121127213428839.jpg)
"Apa gentingnya, apa yang mendesak, apa yang perlu diatur sekarang, tidak ada. Jadi kenapa harus perlu Perpu," kata Jimly usai memimpin sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Selasa (8/10).
Menurut Jimly, pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi untuk saat ini cukup dilakukan oleh sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah terkait, sesuai dengan bidang masing-masing.
Yang perlu diutamakan saat ini adalah mekanisme "check and balance" dalam pengawasan terhadap lembaga peradilan tertinggi negara tersebut.
"MK itu sudah diawasi oleh semua lembaga, buktinya Ketua MK bisa ditangkap tangan KPK. Kalau ada 'main-main' itu tindak pidana, jadi langsung saja ditangkap (hakimnya)," tegas Jimly.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berencana menerbitkan Perpu untuk mengawasi persyaratan, peraturan, mekanisme dan seleksi hakim MK.
Hal itu dilakukan menyusul peristiwa penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dalam penyelesaian sejumlah sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Saya Presiden berencana mempersiapkan Perpu untuk saya ajukan ke DPR RI, yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi dan pemilihan hakim MK. Ini penting," kata Presiden.
Presiden menjelaskan, sesuai dengan semangat yang ada dalam UUD 1945, materi atau substansi Perpu itu perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak yaitu Presiden, DPR dan Mahkamah Agung.
"Karena dalam UUD 1945 sebenarnya yang diberikan kewenangan untuk menetapkan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi adalah Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung," katanya.
Keputusan tersebut diambil Presiden SBY setelah bertukar pikiran dan berdialog dengan Wakil Presiden, Boediono serta para pimpinan lembaga negara.
Pada Sabtu (5/10) siang, Presiden SBY sengaja mengundang Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Yudisial, dan Ketua BPK untuk memikirkan masalah MK dan mencari solusi bersama. [Ant/L-8/bk]
Komentar
Posting Komentar