Kejati Papua Tebang Pilih Kasus Korupsi
Menurut Steve Waramori, banyak kasus yang menjadi pembanding bagaimana sikap pihak Kejati Papua yang tebang pilih mengusut korupsi. Dia mencontohkan dalam kasus yang sama dihadapi kliennya yang dianggapnya tak melakukan kesalahan sebab tak ada uang negara yang dirugikan, yakni rekanan direktur PT Maruppi Jaya atas nama Abner Alex Ansanay yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi hingga kini tak pernah ditahan Kejati tanpa alasan yang jelas.
“Kita tahu alasan penahanan antara lain takut tersangka kabur, menghilangkan barang bukti dan tak kooperatif. Dalam kasus ini klien kami sangat kooperatif. Saat dipanggil untuk diperiksa tanggal 4 Oktober lalu, HW sedang berada di Jogjakarta. HW langsung terbang ke Jayapura dan hadir 15 menit sebelum pemeriksaan. Lalu direktur ini kenapa tak pernah ditahan,” ujarnya.
Steve Waramori menambahkan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan solar cell periode tahun 2009 yang dihadapi kliennya yang menjabat Kepala Biro Pemerintahan Kampung provinsi Papua dan saat ini dalam tahananKejati, pihak Kejati sudah melakukan hal yang tidak professional.Apalagi, masalah tersebut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah selesai atau dianggap clear.
Ungkap dia, dalam kasus itu Kejati Papua berpedoman laporan BPK tahun 2009 yang dipublikasikan tahun 2010. Padahal dalam laporan itu tak ada temuan, dan sikap Kejati yang mengatakan proyek itu fiktif adalah tidak benar, sebab setelah di cek ternyata barang (mesin solar cell) sudah diterima masyarakat Tolikara dan Puncak Jaya. Waramori mengungkapkan, kliennya HW saat menjabat Kepala Biro Pemerintahan Kampung, hanya meneruskan proyek itu dari pejabat lama almarhum Nataniel Aragay.
Bahkan, saat HW mengetahui proyek itu sudah diteken senilai Rp.300 Miliar lebih, dirinya dengan tegas memerintahkan rasionalisasi harga hingga menjadi Rp 200 Miliar lebih. “Bayangkan beliau sampai minta rasionalisasi harga proyek turun lagi. Itu taruhan jabatan. Saat itu pengusaha menawarkan Rp.50 miliar namun ditolak. Lalu untuk apa beliau mau korupsi. Kejati Papua justru memberikan status tersangka dengan sesuatu yang akhirnya terbukti tak benar,” tegasnya.
Kata dia, tahun 2009 ada audit internal oleh pihak BPK untuk masalah tersebut. Hasilnya kemudian diserahka pada Gubernur ketika itu, dan langsung mengeluarkan surat tertanggal 7 Mei 2009 kepada HW untuk dilaksanakan. “Jadi semua sudah clear di BPK karena tak ada lagi audit investigasi usai audit internal. Sebab HW dengan surat Gubernur itu langsung mengerjakannya dengan penaikan volume dan perbaikannya. Ini jelas Kejati mengada-ada menahan klien kami HW. 100 persen clear tak ada ada lagi kerugian negara. HW sudah lakukan semua yang direkomendasikan BPK, tak ada kerugian Negara untuk pengadaan 2009,”kataWaramori.
Ia menuding Kejati Papua diskriminatif, sebab tak semua dugaan korupsi yang ada di temuan BPK diusut mereka. Yang lebih menyakitkan, kata Waramori, tahun 2010 lalu di kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, ada salah satu oknum pejabat daerah yang oleh Kejati Papua ditetapkan sebagai tersangka korupsi Rp.50 miliar, tetapi hingga kini tak pernah ditahan, justru sekarang dilantik menjadi pejabat daerah setempat.
“Lalu saat ini ada klien kami yang juga ditahan bersama HW, yakni R yang sedang terbaring sakit. Namun, pihak Kejati tak mengizinkan untuk berobat. Lebih sedih lagi dokter Lembaga Pemasyarakatan Abepura yang menjadi tempat mereka dititip justru melaporkan lewat surat bahwa R baik-baik saja. Sebuah kertas lebih berharga dari nyawa orang? Apalagi dokter Lapas bukan spesialis,” ujarnya
Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Marully Hutagalung yang dihubungi melalui ponselnya belum dapat tersambung.
Korupsi Koni Papua Barat
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manokwari dan jajarannya diminta harus mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi di KONI Papua Barat hingga tuntas.Ini dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Cristian Warinusy SH, kepada SP, Rabu. (23/10) sore.
Diungkapkan, saat ini Kajari Manokwari sudah menahan Ketua Harian KONI Papua Barat Alberth Rombe di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Manokwari sesuai amanat KUHAP dalam 20 dan 21 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kata dia, tentu hal ini sangat penting agar Kejari Manokwari bisa segera dapat menyelesaikan pembuatan berkas perkara yang bersangkutan, guna diajukan ke persidangan di Pengadilan Negeri-Tipikor Manokwari.
"Posisi kasus Ketua Harian KONI Papua Barat ini dapat pula menjadi pintu masuk bagi Kejari Manokwari untuk segera mengusut, dan mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan gedung Kantor KONI Papua Barat di Susweni-Distrikl Manokwari Timur yang diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp.30 Milyar, "ujarnya.
Kata dia, juga dalam pendanaan PON Riau, dimana diduga negara dirugikan sekitar Rp 11 Miliar, termasuk pembayaran tagihan di Hotel Papua Forest yang dianggarkan sekitar Rp 5,5 Milyar tapi realisasinya hanya berkisar 3 Milyar, sehingga drduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 2,5 Miliar.
"Pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada KONI Papua Barat ini juga dapat menjadi pintu masuk bagi Kejari Manokwari, dalam upaya mengusut dugaan penyelewengan uang rakyat. Melalui dana hibah kepada organisasi olahraga dan organisasi lainnya di daerah ini yang cenderung tidak jelas mekanisme dan prosedurnya, sementara dana yang dihibahkan begitu besar jumlahnya hingga hampir melebihi dana kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Propinsi Papua Barat dan Kabupaten-Kota, "kata Yan. (sp/bk)
Komentar
Posting Komentar