Rektor Unlam Dan PPK Proyek Saling Menyalahkan Dalam Persidangan

Rektor Unlam Prof Ruslan dan PPK Heri Suprianto saling menyalahkan dalam persidangan.
Banjarmasin - Sidang lanjutan dugaan kasus korupsi proyek pengadaan alat laboratorium di Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran Unlam Banjarmasin dengan terdakwa Masitoh kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kamis (14/11).
  
    Sidang yang digelar mulai siang kemarin berlangsung menarik. Majelis hakim yang diketuai Yohanes Priyana meminta jaksa menghadirkan 3 orang saksi sekaligus, yaitu Rektor Unlam Banjarmasin, Prof Ir HM Ruslan, Herry Suprianto selaku PPK dan Syahril Taufik yang menjadi Ketua Pengadaan dan Penerimaan Barang.
  
  Ketiga saksi dipertemukan langsung dalam persidangan karena majelis hakim ingin mencari persamaan keterangan para saksi. Sebab, dalam persidangan sebelumnya masing-masing saksi saling menyalahkan satu sama lain.
  
  Terbukti dihadapan majelis hakim keterangan mereka bertolak belakang dan saling menyalahkan. Ruslan mengungkapkan dihadapan majelis hakim bahwa ia menunjuk Heri sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) karena sebelumnya sudah bertanya kepada yang bersangkutan terlebih dahulu.

    “Kalau yang bersangkutan tidak mau saya tidak akan menunjuk sebagai PPK,” ujar Ruslan dihadapan majelis hakim. Namun, keterangan Ruslan dibantah Herry. Ia menegaskan bahwa sejak awal sudah mengungkapkan kepada rektor kalau dirinya tidak mempunyai sertifikasi untuk menjadi PPK. “Saya sudah katakan kepada rektor kalau saya tidak memiliki sertifikasi, tapi tetap saja disuruh,” ujarnya.

    Lebih menarik lagi, menurut penjelasan Herry, meski dia ditunjuk sebagai PPK, namun ia tidak mengetahui masalah proyek. “Saya tidak mengerti dengan permasalahan (proyek), makanya sejak awal saya tidak mau tandatangan masalah kontrak,” tegas Heri.
  
  Untuk mengingatkan, Direktur PT Ananto Jempieter, Masitoh (56), tersangkut kasus dugaan penggelembungan anggaran pengadaan alat labaoratorium fakultas teknik ini tahun anggaran 2011. Ia mengikuti pelelangan pengadaan peralatan laboratorium untuk Fakultas Teknik Unlam di Banjarbaru dengan nilai keseluruhan Rp25,3 miliar.

    Sedangkan berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel nilai riilnya hanya berkisar Rp17,15 miliar. Dengan rincian untuk teknik mesin Rp 8,1 miliar, teknik sipil Rp 5,5 miliar dan teknik lingkungan hanya Rp 3,5 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut apa yang diterima perusahaan terdapat kelebihan sebesar Rp 8,2 miliar. Jumlah inilah yang dinilai menjadi kerugian negara yang dilakukan terdakwa.

    Atas perbuatan itu JPU menjerat terdakwa dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1. (gmp/bk)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WARGA ADHYAKSA GREBEK OKNUM ANGOTA DPRD BANJARMASIN

PT. MBN Diduga Sebagai Penadah Batu Bara Ileggal

Perwira Polda Kalsel Bergeser