Tak Puas Atas Putusan MK, Silakan Adukan ke DPRD Dan Aparat Hukum

Sebastian Salang
Sebastian Salang
Jakarta - Pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin mengemukakan apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk oleh mantan Ketua MK Akil Mochtar tidak bisa diganggu gugat. Putusan MK sudah bersifat final dan mengikat.

Jika ada protes-protes dari daerah, maka protes itu bisa diajukan ke DPRD setempat. Kalau ada kecurangan, indikasi tindak pidana, suap atau korupsi, bisa dilaporkan ke DPRD setempat.  

Nanti DPRD setempat bisa proses pengaduan tersebut. Hasilnya bergantung pada keputusan DPRD.

"Jika terjadi pelanggaran terhadap kepala daerah terpilih yang sudah ditetapkan MK,  maka DPRD setempat bisa melakukan hak menyatakan pendapat. Dari situ bisa berujung pada pemberhentian kepala daerah," kata Irman di Jakarta, Rabu (6/11).

Ia menjelaskan, cara lain yang bisa digunakan jika tidak puas dengan putusan MK adalah dengan mengadukan berbagai praktik suap yang dilakukan hakim MK, termasuk Akil ke penegak hukum, seperti KPK dan kepolisian.  

Lembaga penegak hukum itu bisa menentukan apakah memang benar-benar terjadi suap atau korupsi. Kepada yang terlibat harus diberikan hukuman sesuai kesalahannya.

"Jika terbukti melakukan pelanggaran, bukan berarti putusan MK harus bisa diubah. Putusan MK sudah final dan mengikat. Praktik-praktik pihak terkait saja yang diproses hukum. Atau adukan ke DPRD untuk diambil proses politik," ujarnya.

Koordinator Formappi, Sebastian Salang mendukung ide dari Irman agar membawa protes-protes dari masyarakat yang tidak puas dengan putusan MK ke DPRD.  

DPRD setempat dapat menguji pengaduan-pengaduan tersebut, apakah memang terbukti melanggar hukum yang bisa berujung pada pemecatan kepala daerah terpilih.

"Itu sah-sah saja. Itu bisa dilakukan untuk impeachment untuk kepala daerah terpilih yang sudah disahkan MK, tetapi ternyata lewat proses yang tidak benar seperti menerima suap," kata Sebastian.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan melaporkan temuan-temuan yang ada ke MK. Pihak MK diharapkan bisa membentuk Komite Etik. Komite etik yang memeriksa temuan-temuan tersebut.

Jika memang hakim MK terbukti menerima suap atau praktik curang lainnya maka Komite Etik harus memecat hakim MK yang sudah mengeluarkan putusan. Itu adalah sanksi kepada hakim yang menerima suap sehingga memenangkan perkara pihak tertentu.

Langkah itu dilakukan karena putusan MK tidak bisa diubah. Sebagai konsekuensinya, MK membentuk Komite Etik. Yang terbukti melanggar harus dipecat dari hakim MK.

Dia menegaskan Komite ini harus diisi oleh orang-orang netral. Hakim MK bisa masuk, tetapi cukup satu atau dua orang saja(sp/bk)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. MBN Diduga Sebagai Penadah Batu Bara Ileggal

Reka Ulang Pembunuh Bos Rental Alat Berat

WARGA ADHYAKSA GREBEK OKNUM ANGOTA DPRD BANJARMASIN